Pemerintah Diminta Buat Aturan Larangan Keluarga Miskin Gelar Pesta Nikah

Bersinarpos.com - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menyarankan pemerintah membuat regulasi untuk pesta pernikahan. Salah satu aturan itu mengatur bahwa orang berpenghasilan rendah dilarang menggelar pesta pernikahan karena akan melairkan kemiskinan baru.

Saran Dedi itu untuk merepons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy soal kemiskinan baru yang muncul akibat keluarga miskin menikah dengan keluarga miskin lagi.

Menurut Dedi, logika jodoh tidak bisa menggunakan pendekatan material. Sebab, pernikahan itu adalah masalah hati dan garis nasib. Soal jodoh tidak bisa diatur oleh negara.

"Yang diatur negara bukan kimpoinya, tetapi regulasi bahwa perkimpoian tidak melahirkan kemiskinan baru," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Sabtu (8/8/2020).

Menurutnya, pemerintah harus membuat regulasi soal pesta pernikahan untuk memotong mata rantai kemiskinan.

"Yang harus dibuat regulasi oleh pemerintah adalah orang berpenghasilan rendah dilarang buat pesta perkimpoian karena akan melahirkan kemiskinan baru," kata Dedi.

Dedi mengatakan, banyak orangtua yang memaksakan pernikahan anaknya dengan menggelar pesta. Alhasil uangnya pinjam dari kanan kiri, bahkan ada yang ke rentenir.

"Dampaknya setelah perkimpoian adalah lahirlah kemiskinan baru," katanya.

Selain itu, ada pula orangtua yang harus menjual atau menggadaikan harta bendanya demi menggelar pesta pernikahan.

Dedi mengaku, ia pernah bertemu sebuah keluarga di Wanayasa, Purwakarta, yang harus menggadaikan tanah untuk mendapatkan uang Rp 15 juta demi pesta pernikahan.

Akhirnya ia kebingungan untuk menebus tanah yang digadaikan itu.

"Ketika kami berkunjung ke Wanayasa dan membuat panggung hiburan, ada seorang anak naik panggung dan dapat saweran Rp 10 juta. Lalu ibunya naik juga dan menangis. Uang itu sangat membantu karena ia habis menggadaikan tanah Rp 10 juta untuk pernikahan anak tertuanya," kata Dedi.

Pernikahan disederhanakan

Oleh karena itu, Dedi berpendapat bahwa perkimpoian itu cukup disederhanakan saja. Petugas KUA datang ke rumah tempat pernikahan digelar dengan biaya yang sangat sederhana. Lalu uang pesta pernikahan itu lebih baik difokuskan untuk biaya hidup.

Menurut Dedi, sesederhananya biaya pernikahan itu minimal harus mengeluarkan uang Rp 20 juta. Kalau uang itu dipakai untuk modal atau biaya hidup akan jauh lebih efektif dibanding menggelar pesta.

Pesta pernikahan itu, menurut dia, adalah bentuk sikap untuk menunjukkan riya. Riya itu, kata Dedi, adalah milik orang kaya.

"Orang kaya harus riya, menunjukkan kekayaan. Tapi orang kaya kalau pesta nikah jangan siapkan gentong (untuk amplop)," katanya.

Sebaliknya orang miskin kalau menggelar hajatan baru membuka gentong.

"Makanya para pejabat ke kondangan orang miskin, uang amplopnya harus gede. Jangan terbalik. Pesta ke orang kaya uang amplopnya gede. Tapi ke orang miskin kecil," sindir Dedi.

Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir Effendy menyatakan, rumah tangga miskin di Indonesia saat ini sudah mencapai 7,5 juta. Sebanyak 20 persen di antaranya adalah rumah tangga miskin baru yang lahir dari keluarga miskin yang menikahkan anaknya dari keluarga miskin juga.

"Sesama keluarga miskin besanan, kemudian lahirlah keluarga miskin baru," kata Muhadjir.


Sumber KOMPAS.com

Posting Komentar

0 Komentar