Bersinarpos.com --Pandemi Covid-19 membuat kehidupan masyarakat kian sulit. Perekonomian keluarga lesu berakibat meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga berujung perceraian.
Di Kota Bekasi, kasus KDRT meningkat hingga pertengahan 2020 ini tercatat sudah ada 109 laporan. Angka ini meningkat tajam, jika dibandingkan dengan data pada periode 2019 lalu yang hingga penghujung tahun hanya 52 kasus.
"Cukup tinggi, dari 109 kasus itu, laporan yang kami terima 23 diantaranya kekerasan psikis," kata Bidang Advokasi dan Pendampingan DP3A Kota Bekasi, Resti Windarti, Sabtu (5/9/2020)
Resti mengemukakan lembaganya kini tengah fokus melakukan upaya untuk memberikan sosialisasi, mediasi, konseling, hingga memberikan pendampingan hukum. Menurutnya, masalah ekonomi, perselingkuhan, hingga miskomunikasi menjadi penyebab.
Faktor tersebut menyebabkan terjadinya pemukulan, penghinaan, hingga perbuatan menimbulkan ketakutan bagi salah satu pasangan, baik suami maupun istri.
Terlebih dalam situasi pandemi seperti ini, situasi ekonomi masyarakat memicu stres dan gangguan psikis akibat beban yang dipikul. "Masalah pekerjaan karena banyak yang menganggur," ujarnya.
Pandemi Covid-19 ini membuat faktor ekonomi yang tidak pasti. Hal ini juga menyebabkan penurunan aktivitas bisnis, memancing emosional baik laki-laki maupun perempuan. Akibatnya, salah satu pihak, baik istri maupun suami merasa terancam, hingga timbul rasa takut.
Miskomunikasi juga tidak jarang dipicu oleh urusan pekerjaan, terutama pekerjaan yang menyita waktu, sehingga tidak setiap waktu bisa pulang ke rumah. Tidak jarang persoalan yang timbul bermuara pada perceraian. Kendari juga tidak sedikit pula yang berdamai setelah dilakukan mediasi.
Pada masa pandemi seperti ini, pasangan yang memutuskan untuk berdamai setelah dilakukan mediasi, justru malah menghasilkan benih momongan baru, setelah mereka diminta untuk tetap tinggal di rumah, dan bekerja di rumah.
"Tadinya dia mau cerai, tidak boleh keluar 14 hari, sekarang hamil, memutuskan untuk kembali melanjutkan hubungan rumah tangga," tukasnya.
Permasalahan KDRT ternyata tidak hanya dialami oleh pasangan muda, bahkan juga dialami oleh pasangan paruh baya. Faktor yang paling sering dialami oleh pasangan paruh baya ini adalah kehadiran orang ketiga.
Resti meminta kepada masyarakat untuk menjaga keterbukaan satu sama lain dalam hal apapun, sehingga meminimalisir konflik rumah tangga. Selain itu, pasangan suami istri juga disarankan untuk tidak segan menunjukkan kasih sayang dihadapan anak, tentunya dengan batasan wajar.
Sehingga dapat memberikan contoh kepada anak-anak mereka untuk selalu berkasih sayang, dan mengurangi potensi timbulnya rasa takut, rasa takut ini tentu memicu gangguan psikologis pada keluarga.
Kasus lama tak kunjung usai, masyarakat diminta untuk tidak segan melaporkan KDRT yang dialami kepada DP3A sehingga tidak memperburuk keadaan bagi keutuhan rumah tangga, sekaligus untuk menekan angka KDRT.
Sementara itu, Pengadilan Agama Bekasi mengabarkan adanya peningkatan kasus perceraian. Saat ni tercatat kasus gugatan perceraian sebanyak 3.111.
Humas Pengadilan Agama Bekasi, Ummi Azma mengemukakan bahwa angka itu terbilang tinggi. Bahkan, sudah 50 persen lebih dari angka kasus perceraian di Kota Bekasi tahun 2019 yang mencapai 4.343.
Ummi tidak dapat menjelaskan rinci akar permasalahan pada rata-rata kasus gugatan perceraian itu. Namun, ia mengaku mayoritas gugatan perceraian diajukan oleh wanita selama Pandemi Covid-19.
"Gugatan perceraian dari pihak wanita 1.714 kasus, sedangkan talak pria 640 kasus. Sisanya 779 masih dalam tahap proses persidangan," katanya belum lama ini.
Ia menjelaskan, angka perceraian itu meningkat seketika pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga penerapan Work From Home (WFH). Jumlah penggugat naik hingga menembus di angka 3.111.
"Pada awal Januari-Februari itu kita masih mengurus kasus perceraian pada tahun 2019, itu tersisa 438 perkara," imbuhnya
Sumber suara.com
0 Komentar